Selasa, 29 Juni 2010

RUBIK 3x3x3 solve

Sekedar refreshing. Akan kami tampilkan cara paling sederhana untuk menyelesaikan permainan rubik (rubic cube) 3x3x3. Masih banyak para pecinta rubik yang jauh lebih ahli, dan menyelesaikannya dalam waktu yang jauh lebih singkat. Namun ini lumayan untuk mengobati rasa penasaran bagi pembaca yang (mungkin) bertahun-tahun tanpa bisa menyelesaikan rubuk-nya.

Diperlukan 5 jurus dasar untuk berpibu dengan rubik,

Langkah Pertama sebagai latihan. Anda harus dapat menyelesaikan satu sisi. Pilihlah satu layer untuk diselesaikan. Kemudian selesaikan satu demi satu secara berurutan. Gambar di bawah adalah contoh. Sisi warna HITAM dipilih, kemudian diselesaikan urut baris demi baris. Lihat urutan kondisi (1) s/d (4). Selesailah layer 1 (warna hitam).

Setelah selesai, balikkan rubik sehingga layer 1 (hitam, yg sudah beres) berada di sisi bawah. Lihat kondisi (5), sisi warna HITAM berada di layer paling bawah (layer 1). , sehingga tak tampak lagi warna hitam. Kondisi (5) adalah sama dengan (4), dengan rubik telah dibalik.

Untuk mempermudah pemahaman, lihat Gbr 1 di atas. Perhatikan istilah-istilah pada gambar. U (maksudnya Upper) adalah sisi atas. R (right) sisi kanan, L (left) sisi kiri, F (front) sisi depan, dan B (back) sisi belakang. Ini akan dipakai terus. Sebenarnya masih ada satu lagi, D (down) sisi bawah, namun tak dipakai dalam jurus-jurus kami nanti.

Pemutaran rubik juga mengacu pada kriteria ini. Putar kanan mengacu pada Gbr 1., artinya seandainya itu sekrup (atau paku ulir) diputar ke kanan dari sebuah sisi, maka sekrup (atau paku ulir) itu akan bergerak masuk ke dalam rubik. Putar kiri berarti berlawanan arah dengan putara di Gbr 1. Untuk lebih jelasnya, gerakan putar adalah sebagai berikut,

Ua – artinya U putar kanan (sisi atas putar kanan) 90 derajat

Ra – artinya R putar kanan (sisi kanan putar kanan) 90 derajat

Fa – artinya F putar kanan (sisi depan putar kanan) 90 derajat

La – artinya L putar kanan (sisi kiri putar kanan) 90 derajat

Ba – artinya B putar kanan (sisi belakang putar kanan) 90 derajat

Semua hal tersebut sesuai dengan Gbr 1. Adapun akhiran “i” menunjukkan putaran kiri(sebaliknya),

Ui – artinya U putar kiri (sisi atas putar kiri) 90 derajat

Ri – artinya R putar kiri(sisi kanan putar kiri) 90 derajat

Fi – artinya F putar kiri(sisi depan putar kiri) 90 derajat

Li – artinya L putar kiri(sisi kiri putar kiri) 90 derajat

Bi – artinya B putar kiri(sisi belakang putar kiri) 90 derajat

.

.

Jurus 1, menyelesaikan layer 2.

Untuk menyelesaikan layer 2, posisi awal harus dibuat seperti Gbr. 2 (a) atau (b). Jika sudah tercapai kondisi seperti Gbr 2 (a), lakukan gerakan jurus 1(a):

Ua Ra Ui Ri - Ui Fi Ua Fa

Jika kondisi seperti Gbr 2 (b), lakukan gerakan jurus 1(b):

Ui Fi Ua Fa – Ua Ra Ui Ri

.

Kondisi (5) adalah sama dengan (4), dengan rubik telah dibalik. Lihat (5) sesuai dengan yang dimaksud Gbr 2. (b). Maka jurus 1(b) dilakukan. Ulangi jurus-jurus 1(a) dan 1(b) ini untuk biji-biji rubik yang lain. Jika kondisi tak ada seperti Gbr 2, misal posisi biji rubik sudah benar namun warna-nya terbalik, maka lakukan jurus 1(a) atau 1(b) untuk mengeluarkannya (menaikkan ke atas). Kemudian masukkan lagi ke posisi yang benar dengan jurus di atas yang sesuai.

(6) adalah kondisi setelah jurus-jurus di atas dilakukan sehingga layer 2 terselesaikan.

Selesai jurus 1.

Sekarang kita konsentrasi ke layer 3. Hanya layer 3, karena layer 1 dan 2 sudah terselesaikan. Konsentrasi ke layer 3 sebagaimana Gbr. 3.

.

.

Jurus 2,

Tujuan dilakukan jurus 2 adalah untuk mencapai kondisi bentuk “+” di layer 3 (Gbr.4). Jurus 2 adalah gerakan,

Ri Ui Fi – Ua Fa Ra

Lihat Gbr 5. Di sini kita tak mempedulikan biji-biji diagonal rubik. Konsentrasikan hanya pada biji-biji center (tengah). Jurus 2 ini akan menyebabkan posisi hijau dan biru naik, dan posisi merah tetap. Dan posisi biji-biji rubik bergeser sebagaimana terlihat pada gambar.

Sebagaimana pada contoh di bawah, sebelum membentuk “+”, pastikan ada satu warna kuning yang akan diletakkan di sisi B (lihat (7)). Jika belum ada satupun kuning di posisi tengah, lakukan jurus 2 satu kali, maka pasti ada kuning muncul di posisi tengah. Letakkan itu di sisi belakang dengan gerakan Ua atau Ua Ua atau Ui.

Jurus 2 masih terus dilakukan sambil meneliti dengan mengubah posisi rubik sehingga diperoleh warna-warna kuning yang membentuk huruf “L terbalik” sebagaimana (8). Bentuk “L terbalik” merupakan syarat untuk membentuk “+”. (Lihat Gbr. 5).

(9) adalah kondisi saat bentuk “+” telah tercapai. Saat ini kita tak mempedulikan biji-biji diagonal, dan hanya fokus pada biji-biji center/tengah.

Selesai jurus 2.

.

.

Jurus 3

Ra Ua Ri Ua - Ra Ua Ua Ri

Tujuan jurus 3 adalah dari “+” (Gbr 6a) membentuk “ikan” (Gbr 6b), sampai akhirnya mengkuningkan sisi atas (Gbr 6c). Ini semua dilakukan hanya dengan jurus 3.

Perhatikan Gbr 7. Jurus ini akan menyebabkan posisi hijau, biru , dan merah naik. (Dan posisi warna coklat tetap di atas). Dan posisi biji-biji rubik bergeser sebagaimana terlihat pada gambar. Sebenarnya kita boleh tak mempedulikan pergeseran biji, dan hanya peduli biji mana saja yang warnanya akan naik. Perhatikan pula, biji-biji tengah bentuk “+” tak berubah, tetap di atas.

Lakukan jurus ini terus menerus. Setiap kali, perhatikan posisi-posisi warna kuning dan perhitungkan dengan acuan Gbr 7. Ubah posisi rubik kalau perlu. Sekedar tips, untuk menuju bentuk “ikan” (menuju ke Gbr 6b), letakkan posisi kiri-depan (L-F) dengan biji bukan warna kuning, sambil berharap (memperhitungkan) akan muncul hanya satu warna kuning di antara tiga posisi diagonal yang lain. Jurus ini mungkin perlu dilakukan berkali-kali.

Setelah bentuk “ikan” diperoleh, letakkan warna kuning diagonal di pojok kiri-depan (L-F), Gbr 6b. Jangan terkecoh .. kadang “ikan” yang diperoleh, bukan “ikan” yang dikehendaki (sebagaimana seperti pada Gbr 6b.). Maka sekali lagi, jurus ini mungkin perlu dilakukan berkali-kali.

Dalam contoh, (10) sampai (14) adalah urutan setelah jurus-jurus 3. Lihat .. (11) adalah sama dengan (10) dengan seluruh rubik diputar kanan. Ketika mendapatkan “ikan”, warna kuning pada diagonal digeser ke pojok kiri-depan (L-F) terlebih dahulu, baru melakukan jurus 3. Lihat .. (13) = (12) diputar kiri.

(14) kondisi setelah warna kuning berada di atas semua, tanpa peduli urutannya.

Selesai jurus 3.

.

.

Jurus 4.

Jurus 4 ini akan mengubah posisi diagonal biji rubik tanpa mengubah warna. Gerakannya adalah

Ri Fa Ri - Ba Ba Ra - Fi Ri Ba - Ba Ra Ra

Maka posisi biji yang berubah terlihat pada Gbr. 8 (atau Gbr. 9). Jika anda telah mencapai (14), kuning berada di atas semua, periksa dan sesuaikan posisi biji diagonal. Jika tak ada yang bersesuai, pilih salah satu diagonal untuk disesuaikan. Letakkan di pojok kiri-depan (LF), sebagaimana Gbr 8. Lakukan jurus 4, maka akan ada 2 pojok diagonal yang sesuai. Periksa dengan Ua atau Ua Ua atau Ui.

Jika telah ada dua pojok diagonal yang sesuai, letakkan ke dua pojok diagonal itu di sisi belakang (lihat Gbr 9). Lakukan jurus 4. Maka sekarang ke empat pojok diagonal telah bersesuaian.

.

.

(15) adalah (14) dengan Ua atau Ua Ua atau Ui. Kelihatan ada dua pojok bersesuaian. Lakukan Ua Ua, maka ke dua pojok itu berpindah ke sisi belakang (B), (16). Dengan sekali jurus 4, maka ke empat pojok telah bersesuaian. (18) adalah (17) dengan Ua atau Ua Ua atau Ui.

Selesai jurus 4.

RUBIK 4x4x4 solve

Untuk menyelesaikan rubik 4x4x4 memang tidak semudah menyelesaikan generasi sebelumnya, yaitu rubik 3x3x3. Terdapat beberapa tambahan algoritma baru dan beberapa kondisi-kondisi tertentu yang tidak ada pada rubik 3x3x3. Rubik yang biasa disebut dengan rubik revange atau master cube ini sebenarnya dalam menyelesaikannya tetap menggunakan algoritma yang ada pada rubik 3x3x3. Photobucket

Maka dari itu, bagi yang belum bisa menyelesaikan rubik cube 3x3x3 harus dapat menguasainya terlebih dahulu karena disini hanya dijelaskan algoritma-algoritma tambahannya saja yang tidak ada pada rubik 3x3x3. Penyelesain dari rubik 3x3x3 dapat dilihat pada artikel yang juga ada di blog ini, yaitu di Cara Menyelesaikan Rubik Cube Photobucket

Mungkin, dalam tutorial-tutorial yang ada di internet terlalu berbelit-belit, maka disini saya jelaskan secara mudahnya saja.
Photobucket

rubik's 4x4x4

Pada dasarnya dalam meyelesaikan rubik 4x4x4 terdapat 4 langkah dasar, yaitu:
1. Menjadikan bagian tengah rubik
2. Membuat tepi rubik menjadi benar
3. Menjadikan rubik dengan menganggapnya sebagai rubik 3x3x3
4. Koreksi terhadap kesalahan [jika ada]

Penjelasannya adalah sebagai berikut: Photobucket

1. Menjadikan Bagian Tengah Rubik

Langkah pertama dalam menjadikan rubik 4x4x4 adalah menjadikan bagian tengah terlebih dahulu. Bagian tengah rubik ini tersusun atas 4 kotak.

Photobucket

Namun, terdapat sedikit catatan dalam menjadikan bagian tengah rubik, yaitu tentang posisi warna. Dalam rubik 4x4x4, tidak seperti pada rubik 3x3x3 yang bagian tengahnya akan selalu berada dalam keadaan yang tidak mungkin salah, rubik 4x4x4 terdapat aturan tersendiri agar posisinya tidak salah. Aturan tersebut antara lain:

a. Pasangan warna yang bertolak belakang/berkebalikan (bagian depan dengan bagian belakang) HARUS benar, yaitu (jika menganut rubik dengan warna standar) Merah dengan Orange, Biru dengan Hijau dan Kuning dengan Putih. Jika tidak maka rubiks tidak mungkin bisa jadi keenam warnanya.

b. Posisi warna HARUS tepat. Hal ini sebenarnya dapat diatasi kemudian jika terdapat kesalahan, namun hal tersebut akan buang-buang waktu saja. Apa salahnya jika sejak tahap developing bagian tengah rubik, kita sekaligus menempatkan pada posisi yang benar, maka kita dapat menghemat waktu. Misalnya saja saya menggunakan aturan merah-putih-hijau, artinya jika bagian atas merah, maka bagian depan adalah putih dan bagian kanannya adalah hijau (seperti yang terlihat pada gambar rubik diatas). Hal ini tidak harus terpaku untuk menjadikan warna tersebut, namun dapat dimulai dengan warna yang lain tetapi tetap berpegang pada pedoman tersebut (dengan melihat warna kebalikannya)

Cara untuk menjadikan bagian tengah rubik sebenarnya hanya terdapat 1 algoritma dasar, namun bisa dikembangkan sendiri. Disini hanya diberikan algoritma dasar saja. Hal ini lebih efektif daripada memberikan banyak sekali rumus dan algoritma-algoritma dengan berbagai kondisi yang akan membuat semakin bingung saja. Tetapi hanya cukup algoritma dasar saja, dengan sedikit menggunakan logika, sudah cukup menyelesaikan dalam kondisi apapun.

Photobucket

Algoritmanya tidak rumit kok, konsepnya adalah sebagai berikut:

Photobucket
Coba diresapi, maka kunci dari step ini akan ditemukan. Photobucket

2. Menjadikan Tepi Rubik Menjadi Benar

Benar disini adalah tepi rubik yang berjumlah 2 kotak bersebelahan mempunyai komposisi warna yang sama persis. Pembuatan warna yang sama ini agar rubik dapat dikondisikan seperti pada rubik 3x3x3. Namun, kondisinya boleh keacak seperti gambar berikut.

Photobucket

Sama seperti step pertama, dalam step ini juga mempunyai konsep dasar dalam menjadikan tepi rubik menjadi benar posisinya, yaitu sebagai berikut.

Photobucket

Inti dari langkah tersebut adalah menggabungkan potongan-potongan tepi kemudian ditukarkan dengan pasangan yang belum jadi. Pasangan yang belum jadi tidak harus berada pada posisi tersebut (pada gambar diatas), melainkan bisa pada pada lingkaran oranye yang lain, yang intinya sebagai penukar pasangan yang baru saja dijadikan tersebut. Misalnya pada kondisi seperti pada gambar diatas maka algoritmanya adalah u' R U' R' u.

Silakan dicoba sendiri, dan tangkap apa yang terjadi. Paham kan? Photobucket Lakukan hal tersebut sampai tersisa 2 pasangan yang belum jadi. Jika sedang beruntung terkadang malah sudah jadi semua. Namun, jika masih ada 2 pasang, maka kondisikan menjadi keadaan berikut.

Photobucket

Dengan langkah terakhir tersebut maka rubik sudah benar kesemua tepinya. Selanjutnya adalah step ketiga. Photobucket

3. Menjadikan Rubik Dengan Menganggapnya Sebagai Rubik 3x3x3

Setelah tepi dan tengah rubik dalam keadaan benar, maka rubik tersebut dapat dianggap sebagai rubik 3x3x3.

Photobucket

Empat kotak rubik 4x4x4 dianggap sebagai bagian tengah rubik 3x3x3 dan 2 bagian tepi rubik 4x4x4 dianggap sebagai tepi rubik 3x3x3. Selanjutnya, cara untuk menjadikannya adalah seperti pada rubik 3x3x3. Photobucket

Photobucket

Jika sedang beruntung, maka pada step ini rubik 4x4x4 sudah jadi. Namun, tekadang ada kondisi baru yang tidak ditemui pada rubik 3x3x3. Jika hal itu muncul, maka step keempat berikut merupakan solusinya.

kemudian ada kasus yang disebut parity, yang saya banyak temukan adalah kasus:
1. parity pasangan edge terbalik : R2* 2B 2U 2L 2U 2R' 2U 2F R'* 2F L'* 2B 2R

2. parity pasangan edge tertukan secara vertikal atau di sebelahnya : 2r 2U 2r 2U* 2r 2U 2u

Minggu, 13 Juni 2010

Optimalkan fitur MANUAL pada kamera anda

P/A/S/M
P/A/S/M

Bisa jadi semenjak pertama seseorang membeli kamera digital, mode yang senantiasa dipakainya untuk memotret adalah mode AUTO. Alasan pertama karena mode ini memang menjadi mode yang paling mudah dipakai dan relatif bisa diandalkan pada berbagai macam situasi tanpa takut hasil fotonya akan mengecewakan. Alasan kedua mungkin karena kebetulan pada kamera digital itu hanya tersedia mode AUTO saja, sehingga ‘terpaksa’ tidak bisa berkreasi lebih jauh dengan mode manual. Memang pada umumnya kamera digital berjenis point-and-shoot dirancang amat simpel dan tidak dilengkapi dengan banyak fitur manual layaknya kamera prosumer. Namun bagi anda yang memiliki kamera dengan fitur manual, masihkah anda tetap memakai mode AUTO setiap saat?

Artikel ini akan mengajak anda untuk mengoptimalkan fitur-fitur manual yang ada pada kamera digital anda. Sebagai langkah awal, pertama tentunya adalah kenali dulu fitur manual apa saja yang tersedia di kamera anda, mengingat tiap kamera memiliki spesifikasi yang berbeda. Coba kenali dan periksa kembali spesifikasi kamera anda, akan lebih baik bila semua fitur manual di bawah ini tersedia pada kamera anda :

  • Manual sensitivity/ISO, artinya pada kamera tersedia pilihan untuk menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600. Ada kamera yang bahkan untuk menentukan nilai ISO sepenuhnya adalah AUTO, ada kamera yang nilai ISO terendahnya di 50, dan ada kamera yang sanggup mencapai ISO amat tinggi (3200, 6400 hingga 10000). Artikel soal ISO ini pernah saya buat disini.
  • Advance Shooting Mode : P (Program), A (Aperture Priority), S (Shutter Priority), M (Manual). Lebih lanjut akan kita bahas nanti.
  • Exposure Compensation (Ev), digunakan untuk mengkompensasi eksposure ke arah terang atau gelap. Apabila eksposure yang ditentukan oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita, fitur ini dapat membantu. Naikkan Ev ke arah positif untuk membuat foto lebih terang dan turunkan untuk mendapat foto yang lebih gelap. Biasanya tingkatan/step nilai Ev ini dibuat dalam kelipatan 1/3 atau 1/2 step.
  • Manual focus, suatu fitur yang tidak begitu banyak dijumpai di kamera saku. Berguna apabila auto fokus pada kamera gagal mencari fokus yang dimaksud, seperti pada objek foto yang tidak punya cukup kontras untuk kamera mengunci fokus (karena kerja auto fokus kamera berdasar pada deteksi kontras).
  • Manual White Balance, untuk mendapatkan temperatur warna yang sesuai dengan aslinya. Bermacam sumber cahaya yang berlainan sumbernya memiliki temperatur warna (dinyatakan dalam Kelvin) berbeda-beda, sehingga kesalahan dalam mengenal sumber cahaya akan membuat warna putih menjdi terlalu biru atau terlalu merah. Umumnya semua kamera digital termasuk kamera ponsel telah memiliki fitur auto White Balance yang bisa beradaptasi pada berbagai sumber cahaya. Namun sebaiknya kamera anda memiliki keleluasaan untuk mengatur White Balance secara manual seperti Daylight, Cloudy, Tungsten, Flourescent dan manual adjust.
  • Flash intensity level, berguna untuk mengubah-ubah kekuatan cahaya dari lampu kilat pada kamera. Hal ini kadang berguna saat hasil foto yang diambil dengan lampu kilat ternyata terlalu terang atau justru kurang terang.

Fitur manual manakah yang paling berdampak langsung pada kualitas hasil foto? Karena fotografi adalah permainan cahaya (exposure) dimana tiga unsur pada kamera yang menentukan adalah Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan ISO, maka fitur manual paling penting menurut saya adalah fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO (sejauh yang saya amati, apabila sebuah kamera telah memiliki fitur P/A/S/M, maka kamera tersebut juga telah memiliki fitur manual ISO). Pada prinsipnya, kamera (dan fotografer) akan berupaya untuk menghasilkan sebuah foto yang memiliki eksposure yang tepat. Artinya, foto yang dihasilkan semestinya tidak boleh terlalu gelap atau terlalu terang. Gelap terangnya foto yang dibuat oleh kamera ditentukan dari ketiga faktor tadi, dimana :

  • shutter bertugas mengatur berapa lama cahaya akan mengenai sensor (atau film pada kamera analog), dinyatakan dalam satuan detik. Semakin singkat kecepatan shutter maka semakin sedikit cahaya yang masuk, dan demikian pula sebaliknya. Biasanya kamera memiliki kecepatan shutter mulai dari 30 detik hingga 1/4000 detik.
  • aperture memiliki tugas mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke lensa (dengan memperbesar atau memperkecil ukuran difragma), dinyatakan dalam f-number berupa skala pecahan mulai yang terbesar hingga terkecil (contoh : f/2.8, f/3.5, f/8 dsb). Nilai f-number kecil menandakan bukaan diafragma besar, sedang nilai f besar menunjukkan bukaan diafragma kecil. Nilai maksimum dan minimum dari diafragma suatu kamera ditentukan dari lensanya, dan nilai ini akan berubah seiring dengan perubahan jarak fokal lensa.
  • ISO menentukan tingkat sensitivitas sensor terhadap cahaya sehingga semakin tinggi nilai ISO maka sensor akan semakin peka terhadap cahaya meski dengan resiko meningkatnya noise pada foto. Faktor ISO ini menjadi pelengkap komponen eksposure selain shutter dan aperture, terutama saat kombinasi shutter dan aperture belum berhasil mendapatkan nilai eksposure yang tepat.

Pada kamera terdapat suatu alat ukur cahaya yang fungsinya amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat. Alat ukur ini dinamakan light-meter, fungsinya adalah untuk mengukur cahaya yang memasuki lensa, biasa disebut dengan metering (biasanya terdapat dua macam pilihan metering pada kamera, yaitu average/multi segment/matrix dan center weight/spot). Hasil pengukuran ini dikirimkan ke prosesor di dalam kamera dan digunakan untuk menentukan berapa nilai eksposure yang tepat. Setidaknya inilah cara kerja semua kamera yang diopersikan secara otomatis melalui mode AUTO.

Tidak semua foto yang diambil memakai mode AUTO memberikan hasil eksposure yang memuaskan. Terkadang nilai shutter dan aperture yang ditentukan secara otomatis oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu keberadaan fitur manual P/A/S/M dapat membantu mewujudkan kreatifitas kita dan pada akhirnya bisa membuat foto yang lebih baik.

Inilah hal-hal yang bisa anda lakukan dengan fitur manual eksposure P/A/S/M pada kamera anda :

  1. Program mode (P). Huruf P disini kadang artinya diplesetkan sebagai ‘Pemula’ karena sebenarnya di mode ini hampir sama seperti memakai mode AUTO (oleh karena itu mode P ini relatif aman untuk dipakai sebagai mode standar sehari-hari). Bila pada mode AUTO semua parameter ditentukan secara otomatis oleh kamera, maka pada mode P ini meski kamera masih menentukan nilai shutter dan aperture secara otomatis, namun kita punya kebebasan mengatur nilai ISO, white balance, mode lampu kilat dan Exposure Compensation (Ev). Tampaknya tidak ada yang istimewa di mode P ini, tapi tunggu dulu, beberapa kamera ada yang membuat mode P ini lebih fleksibel dengan kemampuan program-shift. Dengan adanya program-shift ini maka kita bisa merubah variasi nilai pasangan shutter-aperture yang mungkin namun tetap memberikan eksposure yang tepat (konsep reciprocity) . Bila kamera anda memungkinkan program-shift pada mode P ini, cobalah berkrerasi dengan berbagai variasi pasangan nilai shutter-aperture yang berbeda dan temukan perbedaannya.
  2. Aperture-priority mode (A, atau Av). Mode ini optimal untuk mengontrol depth-of-field (DOF) dari suatu foto, dengan cara mengatur nilai bukaan diafragma lensa (sementara kamera akan menentukan nilai shutter yang sesuai). Aturlah diafragma ke bukaan maksimal (nilai f kecil) untuk mendapat foto yang DOFnya sempit (objek tajam sementara latar belakang blur) dan sebaliknya kecilkan nilai diafragma (nilai f tinggi) untuk mendapat foto yang tajam baik objek maupun latarnya. Biasanya pada lensa kamera saku, bukaan diafragma maksimal di f/2.8 (pada saat wide maksimum) dan bukaan terkecil berkisar di f/9 hingga f/11 (tergantung spesifikasi lensanya). Namun dalam situasi kurang cahaya, memperkecil diafragma akan membuat eksposure jadi gelap, untuk itu biarkan nilai diafragma pada posisi maksimal saat memotret di tempat yang kurang cahaya.
    Aperture priority mode

    Aperture priority mode pada DSLR

  3. Shutter-priority mode (S, atau Tv). Mode ini kebalikan dari mode A/Av, dimana kita yang menentukan kecepatan shutter sementara kamera akan mencarikan nilai bukaan diafragma yang terbaik. Mode ini berguna untuk membuat foto yang beku (freeze) atau blur dari benda yang bergerak. Dengan memakai shutter amat cepat, kita bisa menangkap gerakan beku dari suatu momen olahraga, misalnya. Sebaliknya untuk membuat kesan blur dari suatu gerakan (seperti jejak lampu kendaraan di malam hari) bisa dengan memakai shutter lambat. Memakai shutter lambat juga bermanfaat untuk memotret low-light apabila sumber cahaya yang ada kurang mencukupi sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk kamera menangkap cahaya. Yang perlu diingat saat memakai shutter cepat, cahaya harus cukup banyak sehingga hasil foto tidak gelap. Sebaliknya saat memakai shutter lambat, resiko foto blur akibat getaran tangan akan semakin tinggi bila kecepatan shutter diturunkan. Untuk itu gunakan fitur image stabilizer (bila ada) atau gunakan tripod. Sebagai catatan saya, nilai kecepatan shutter mulai saya anggap rendah dan cenderung dapat mengalami blur karena getaran tangan adalah sekitar 1/30 detik, meski ini juga tergantung dari cara dan kebiasaan kita memotret serta posisi jarak fokal lensa. Pada kecepatan shutter sangat rendah di 1/8 detik, pemakaian stabilizer sudah tidak efektif lagi dan sebaiknya gunakan tripod.
    Shutter-priority

    Shutter-priority

  4. Manual mode (M). Di level mode full-manual ini, fotograferlah yang bertugas sebagai penentu baik nilai shutter dan aperture. Light-meter pada kamera tetap berfungsi, namun tidak digunakan untuk mengatur nilai eksposure secara otomatis, melainkan hanya sebagai pembanding seberapa jauh eksposure yang kita atur mendekati eksposure yang diukur oleh kamera. Di mode ini dibutuhkan pemahaman akan eksposure yang baik, dalam arti fotografer harus mampu untuk mengenal kondisi cahaya pada saat itu dan dapat membayangkan berapa nilai shutter dan aperture yang diperlukan. Bila variasi kedua parameter ini tidak tepat, niscaya foto yang dihasilkan akan terlalu terang atau terlalu gelap. Namun bila sukses memakai mode manual ini, kita bisa mendapat foto yang memiliki eksposure yang baik melebihi foto yang diambil dengan mode AUTO, Program, Aperture-priority ataupun Shutter-priority. Contohnya pada saat mengambil foto sunset di pantai dimana dibutuhkan feeling yang tepat akan eksposure yang diinginkan.

Dengan memahami fungsi-fungsi dari fitur manual pada kamera, diharapkan kita mau mencoba-coba berkreasi dengan fitur tersebut dan mendapat hasil yang memuaskan. Selamat berkreasi..

Mau bikin bokeh / blur background foto? Ini dia tipsnya..

Tidak bisa dipungkiri bahwa latar belakang yang blur dari sebuah foto mampu memberi kesan kedalaman (Depth-of-Field/DoF) tersendiri bagi foto tersebut. Dengan latar yang blur dapat dilakukan isolasi atau pemisahan objek foto sehingga perhatian tidak terpecah antara melihat objek atau latarnya. Maka itu teknik membuat blur ini lebih banyak dipakai di foto potret dan still life (yang perlu DoF sempit), dan tidak untuk dipakai di foto landscape atau pemandangan (yang perlu DoF lebar).

Banyak yang berharap dengan kamera yang dimilikinya, dia akan dapat mendapat foto yang latarnya blur. Meski banyak yang berhasil, namun ada juga yang mengalami kekecewaan karena hasil fotonya tidak seperti yang diharapkan. Untuk itu perlu dicatat bahwa hasil dari foto yang latarnya blur dapat bervariasi, dan tingkat blurnya pun berbeda (mulai dari yang agak blur hingga sangat blur). Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu faktor apa saja yang membuat hasil blur pada latar ini bisa berbeda, yaitu :

  • ukuran sensor pada kamera
  • jenis lensa yang dipakai
  • posisi panjang fokal lensa
  • bukaan diafragma lensa
  • jarak objek terhadap latar

Soal sensor, jelas pada kamera DSLR yang ukuran sensornya lebih besar, kemampuan menghasilkan foto yang latarnya blur akan menjadi mudah. Tidak demikian halnya dengan kamera bersensor kecil (meskipun kamera prosumer) yang relatif akan kesulitan untuk membuat blur pada latar. Pada DSLR pun jenis lensa yang dipakai bisa memberi hasil blur yang berbeda-beda, tergantung tipe lensanya (zoom atau prime), berapa jumlah blade diafragmanya (ada yang 5, 7, dan 9 blade) dan apa jenis bladenya (lurus atau rounded).

Sekedar berbagi tips, mendapatkan bokeh yang baik dapat diupayakan dengan beberapa langkah berikut ini :

  • Gunakan bukaan maksimal, karena semakin besar bukaan diafragma akan membuat latar semakin blur. Bila lensa anda memiliki bukaan maksimal f/4, gunakan saja itu, jangan bermain di f/8 atau f/11, misalnya.
  • Gunakan posisi fokal lensa di zoom / tele maksimum (untuk lensa zoom tentunya). Masalahnya, pada posisi lensa di tele maksimum ini kebanyakan akan mengalami penurunan bukaan diafragma maksimal (kecuali lensa dengan bukaan konstan). Tips memakai posisi tele maksimum ini tidak harus dilakukan pada lensa yang tergolong super zoom (seperti 18-200mm), karena bisa-bisa nanti si fotografer akan berada terlalu jauh dari objek.
  • Upayakan jarak objek cukup jauh dari latarnya. Akan sia-sia memakai bukaan lensa maksimum bila si objek bersandar di dinding, misalnya. Baik si objek dan dinding itu akan sama-sama tajam nantinya, sehingga tidak bisa didapat bokeh yang baik.
  • Untuk pemakai kamera saku, selain tips diatas bisa dicoba dengan memakai mode macro yang bisa menambah kemampuan lensa untuk memisahkan objek dengan latarnya.

Sebagai perbandingan, saya berikan contoh foto yang didapat dari berbagai jenis lensa (memakai kamera Nikon D40). Lokasi di halaman rumah saja, dengan objek suvenir khas Kalimantan dan sebagai latarnya adalah pepohonan di taman rumah.

Inilah contoh foto yang saya buat :

d40-lensa-105

Foto diatas, yang bokehnya menurut saya paling baik, didapat dengan memakai lensa Nikon AF-S 105mm VR Micro, dengan bukaan saya set di f/3.2. Dengan memakai lensa ini, kita sama sekali tidak punya gambaran apa yang menjadi latar belakang dari foto ini. Fokus hanya tertuju pada patung Dayak yang tampak jelas sebagai objeknya.

d40-lensa-24-70

Foto kedua, bokehnya sedikit kalah dibanding dengan foto pertama, didapat dengan memakai lensa Nikon AF-S 24-70mm dan bukaan f/2.8 (di posisi 70mm), bisa didapat bokeh yang masih amat baik. Abaikan perbedaan warna foto ini dengan foto pertama, mengingat cuaca belakangan ini sering berubah-ubah.

d40-lensa-kit

Foto ketiga, meski memakai Nikon D40 tapi kini beralih ke lensa kit 18-55mm. Pada posisi tele maksimum 55mm, dengan bukaan maksimum hanya f/5.6 memang nyatanya lensa ini kurang mampu menghasilkan bokeh yang baik (meski lensa kecil ini mampu memberi ketajaman dan warna yang hampir sama baiknya dengan lensa yang lebih mahal). Maka itu lensa kit ini tidak begitu cocok untuk urusan bikin blur, terbukti pada foto diatas masih tampak sepintas adanya pepohonan di belakang objek.

kamera-saku

Foto keempat diberikan sebagai pembanding, diambil memakai kamera saku Lumix LZ2 yang lensanya 36-222mm f/2.8-4.5 (6x zoom). Pada posisi tele maksimum (222mm), bukaan maksimum dari lensa ini adalah f/4.5 yang relatif masih mencukupi untuk membuat blur pada background. Posisi mode yang dipakai adalah macro mode, dan terbukti mampu membantu membuat bokeh yang lumayan (untuk ukuran kamera saku lho..).

Tips tambahan, bila tips diatas semuanya tidak berhasil : gunakan saja software Photoshop, bermainlah dengan layer dan blur tool. Tapi ingat, olah digital semacam ini tidak diijinkan dalam lomba foto.

Lebih jauh dengan Exposure Compensation (Ev)

ev-dialSalah satu fitur pada kamera digital yang amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat adalah Exposure Compensation (Ev), yang bisa diatur ke arah negatif hingga positif, dengan kelipatan 1/3 stop. Fitur ini sedemikian pentingnya hingga bisa ditemui mulai di sebuah kamera ponsel hingga sebuah kamera DSLR profesional. Bisa jadi masih banyak orang yang belum memaksimalkan fitur ini dalam kesehariannya memotret, padahal dengan menggunakan fitur Ev ini dengan tepat, bisa didapat hasil foto yang lebih baik.

Seperti yang kita tahu, memotret adalah berkreasi dengan cahaya. Kamera mengukur cahaya yang masuk melalui lensa (istilahnya metering), dan selanjutnya intensitasnya diukur dan ditentukanlah nilai pasangan shutter – diafragma (dan ISO) yang sesuai. Proses metering ini umumnya didapat dengan merata-rata besaran cahaya yang diterima oleh sensor (kamera saku) atau modul light meter (kamera DSLR), yang biasa disebut multi segment atau matrix atau evaluative. Nyatanya, dalam pelaksanaannya bisa saja hasil pengukuran ini menghasilkan foto yang eksposurenya tidak sesuai dengan keinginan kita., entah terlalu terang (over eksposure) atau justru terlalu gelap (under eksposure).

Kapan kasus metering pada kamera bisa meleset? Kamera bisa salah menentukan eksposure yang tepat apabila objek foto adalah dominan terang atau dominan gelap, sehingga cenderung mengganggu light meter dari kamera. Dalam hal ini istilah yang umum dikenal : metering kamera telah tertipu. Untuk itu sang fotografer perlu memberi tahu kameranya bahwa metering yang dilakukannya perlu dikompensasi, yaitu dengan mengatur nilai Ev ini. Sederhananya, Ev berfungsi membuat foto menjadi lebih gelap atau lebih terang dari metering normalnya (namun jangan salah menafsirkan seolah-olah dengan Ev bisa didapat foto yang lebih terang di kondisi gelap, bila lingkungan sekitar gelap gunakan lampu kilat). Maka itu definisi Exposure compensation lebih tepatnya adalah fasilitas pengaturan / kompensasi nilai eksposure dari hasil metering light meter kamera. Dengan merubah nilai eksposure ke arah positif, kita menginformasikan kepada kamera untuk memasukkan lebih banyak cahaya (sehingga foto akan lebih terang); sementara dengan merubah ke arah negatif, kita meminta untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera (supaya foto lebih gelap).

Catatan : Bila kamera memiliki mode dial manual (M), tentu kendali akan shutter dan diafragma bisa dilakukan secara manual sehingga banyak kemungkinan variasi eksposure yang bisa dicoba. Namun bagi kamera saku (dan kamera ponsel) yang serba otomatis, fitur Ev ini akan banyak berguna utamanya untuk mengatur eksposure kamera yang tidak sesuai keinginan kita.

Kapan perlu merubah nilai Ev ke arah positif? Utamanya adalah saat terjadi backlight, dimana objek relatif lebih gelap dibanding background. Metering standar akan tertipu oleh terangnya background dan membuat objek foto jadi gelap. Bila ada orang yang difoto dengan background yang terang, gunakan kompensasi ke arah positif sehingga wajah si objek tidak gelap. Contoh gambar berikut menunjukkan pepohonan yang gelap karena metering kamera telah tertipu. Dengan menaikkan Ev ke arah +0.7, bisa didapat eksposure yang lebih tepat.

ev-postive

Sebaliknya, kapan perlu merubah nilai Ev ke arah negatif? Utamanya saat cahaya sekitar kurang dan kamera cenderung memaksa untuk membuka diafragma semaksimal mungkin. Bisa jadi si objek justru menjadi over eksposure dan kita perlu menurunkan nilai Ev. Contohnya saat ingin memotret sunset, dengan tujuan kamera menangkap rona jingga matahari dengan alami. Metering kamera umumnya tertipu sehingga foto mataharinya menjadi amat terang dan menurunkan Ev ke arah negatif dapat memberi banyak perubahan.

Contoh Ev negatif

Bila kita tidak yakin akan metering yang dilakukan kamera dan ingin mengambil beberapa foto dengan nilai eksposure yang berbeda, gunakan fitur Ev bracketing. Dengan menentukan rentang nilai negatif dan positif eksposure, kamera akan mengambil sekaligus tiga foto yang berbeda. Kita bisa memilih mana dari ketiganya yang menurut kita paling tepat.

Tidak ada standar baku tentang pemakaian Ev ini. Gunakan sesuai kondisi pencahayaan, tujuan pemotretan dan tentunya selera kita. Meski demikian, fotografer umumnya menghindari banyak area foto yang over-exposure, karena akan banyak detil foto akan hilang. Satu hal, setelah selesai memotret dengan fitur Ev, jangan lupa untuk menormalkan kembali setting Ev ini ke posisi default supaya foto-foto lainnya terhindar dari kesalahan eksposure.

Mengatur diafragma dan kecepatan shutter dalam mode manual (M)

Manual mode (dilambangkan dengan huruf M) pada kamera digital disediakan bagi mereka yang ingin berkreasi dengan eksposure dalam fotografi. Intinya, kendali akan nilai shutter dan diafragma yang digunakan, sepenuhnya ditentukan oleh sang juru potret. Tidak seperti mode lain (P/A/S) yang menjadikan light-meter kamera sebagai penentu referensi eksposure yang tepat, pada mode M ini light-meter hanya menjadi indikator seberapa banyak eksposure yang kita tentukan mendekati eksposure yang dianggap tepat oleh kamera.Tantangan yang dihadapi dengan memakai mode manual ini hanya dua : kalau kita salah menentukan eksposure, hasil foto bisa menjadi under-exposed (terlalu gelap) atau justru menjadi over-exposed (terlalu terang). Tujuan fotografi yang baik tentu menghindari adanya over atau under pada sebuah foto yang mana perlu adanya kendali akan eksposure yang tepat dan teliti.

Sekedar mengingat tulisan saya terdahulu soal optimalkan fitur manual pada kamera, bukaan diafragma dan kecepatan shutter memegang peranan utama dalam menentukan nilai eksposure. Diafragma menentukan seberapa banyak intensitas cahaya yang dibolehkan untuk masuk ke kamera secara bersamaan, sementara shutter menentukan seberapa lama cahaya mengenai sensor sebelum foto diambil. Sebagai pedoman dalam fotografi, dikenal istilah f-stop, yang intinya menyatakan seberapa banyak penambahan atau pengurangan intensitas cahaya yang memasuki kamera (Exposure value/Ev). Setiap kelipatan 1-stop artinya kita menambah cahaya dua kali lipat dari nilai stop sebelumnya, atau mengurangi cahaya setengah dari nilai stop sebelumnya.

Pengaturan bukaan diafragma

Untuk dapat mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk melalui lensa, diafragma pada lensa kamera bisa membuka dengan besaran diameter yang bisa dirubah. Besar kecilnya bukaan diafragma dinyatakan dalam f-number tertentu, dimana f-number kecil menyatakan bukaaan besar dan f-number yang besar menyatakan bukaan kecil. Selain itu, secara karakteristik optik lensa, bukaan besar akan membuat foto yang DOFnya sempit (background bisa blur), dan bukaan kecil akan membuat DOF lebar (background tajam).

Saat mengatur nilai diafragma (aperture), ingatlah bahwa setiap stop ditandai dengan nilai f-number tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut dari yang besar hingga kecil :

f/1f/1.4f/2 - f/2.8f/4f/5.6f/8f/11- f/16f/22f/32 dst

Sebagai contoh :

  • jika kita berpindah 1-stop dari f/2 ke f/2.8, maka kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera
  • jika kita berpindah 1-stop dari f/8 ke f/5.6, maka kita akan menambah intensitas cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya

Perhatikan kalau kamera modern umumnya memberi keleluasaan untuk merubah diafragma di skala yang lebih kecil, dalam hal ini perubahan f-stop dilakukan pada kelipatan 1/2 hingga 1/3 f-stop sehingga bisa didapat banyak sekali variasi eksposure yang bisa didapat dari mengatur nilai diafragma. Sebagai contoh, diantara f/5.6 hingga f/8 bisa terdapat f/6.3 dan f/7.1 yang memiliki rentang 1/3 stop.

tabel-diafragma

Percobaan di bawah ini menunjukkan hasil foto yang didapat dari variasi diafrgama, dengan sebuah foto referensi di f/5.6 (nilai shutter dibuat tetap di 1/125 detik dan ISO 100). Tujuannya untuk melihat bagaimana efek dari merubah bukaan diafragma terhadap eksposure foto yang dihasilkan. Terdapat 3 foto yang over dengan kelipatan 1-stop dan 3 foto yang under dengan kelipatan 1-stop.

contoh-variasi-diafragma

Dari contoh di atas tampak pada 3 stops diatas referensi normal, foto tampak amat terang (over) yang ditandai dengan banyaknya area yang wash-out (highlight-clipping). Demikian juga pada 3 stops dibawah referensi normal, foto tampak amat gelap (under).

Pengaturan kecepatan shutter

Sama halnya dengan diafragma, setelan kecepatan shutter pun punya pedoman berupa deret yang mewakili 1-stop. Berikut adalah variasi kecepatan shutter dengan kelipatan 1-stop, urut dari yang lambat hingga yang cepat ( d menyatakan detik ) :

1d – 1/2d - 1/4d – 1/8d – 1/15d - 1/30d – 1/60d – 1/125d – 1/250d – 1/500d – 1/1000d dst

Sebagai contoh :

  • jika kita berpindah 1-stop dari 1 detik ke 1/2 detik, maka kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera
  • jika kita berpindah 1-stop dari 1/60 detik ke 1/30 detik, maka kita akan menambah intensitas cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya

Percobaan di bawah ini menunjukkan hasil foto yang didapat dari variasi kecepatan shutter, dengan sebuah foto referensi di 1/125 detik (nilai diafragma dibuat tetap di f/5.6 dan ISO 125). Tujuannya untuk melihat bagaimana efek dari merubah kecepatan shutter terhadap eksposure foto yang dihasilkan. Terdapat 3 foto yang over dengan kelipatan 1-stop dan 3 foto yang under dengan kelipatan 1-stop.

contoh-variasi-shutter

Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin cepat shutter speednya, maka cahaya yang masuk ke dalam sensor akan semakin kecil sehingga gambar menjadi lebih gelap. Begitu juga sebaliknya untuk kecepatan yang semakin lambat, cahaya yang masuk akan bertambah banyak sehingga gambar menjadi lebih terang. Dengan kata lain, kita bisa menyatakan bahwa di 1/500 detik hasil fotonya under exposed sebanyak 2 stops dan di 1/30 detik fotonya over exposed sebanyak 2 stops.

Reciprocity
Maka itu dalam memakai mode manual, perubahan nilai diafragma tidak bisa mengabaikan nilai shutter dan sebaliknya. Artinya untuk mendapat eksposure yang tepat, baik diafragma dan shutter memegang peranan yang sama. Ada sebuah istilah penting dalam berkreasi dengan eksposure, yaitu reciprocity, dimana artinya adalah bagaimana setelan shutter dan diafragma harus saling berlawanan untuk meniadakan efeknya. Jadi bila kita mengekspos sensor dengan waktu yang lebih lama, maka secara di sisi yang lain kita mengecilkan bukaan diafragma untuk mengurangi cahaya yang masuk sehingga bisa mendapat eksposure yang sama. Prinsipnya sebuah eksposure konstan bisa didapat dari berbagai variasi nilai shutter dan diafragma, selama mempertahankan prinsip reciprocity ini.

Untuk mencobanya, siapkan kamera anda dan gunakan mode manual. Bila kamera sudah berada di nilai eksposure yang tepat, coba naikkan diafragmanya 1 stop sehingga indikator light-meter akan menunjukkan eksposure bergeser -1 stop. Selanjutnya kurangi kecepatan shutternya 1 stop, tampak indikator light-meter akan kembali ke nilai eksposure normal. Begitulah cara kerja reciprocity, kalau yang satu ditambah, satu lagi dikurangi, sehingga hasil akhirnya tetap sama.

contoh-reciprocity

Contoh diatas menunjukkan beberapa variasi reciprocity yang memberi eksposure konstan. Dari percobaan ini tampak bahwa untuk menjaga supaya eksposure tetap sama, nilai diafragma dan shutter harus saling berlawanan. Bila membuka diafragma besar (f/2), maka shutter harus dibuat cepat (1/1000 detik). Bila mengecilkan diafragma (f/16), konsekuensinya shutter harus dibuat lebih lama (1/15 detik). Inilah esensi dari prinsip reciprocity. Perhatikan dengan bukaan diafragma besar (f/2 hingga f/2.8), didapat foto yang punya background blur, sebaliknya dengan bukaan kecil (f/11 hingga f/16) didapat background dan objek yang sama-sama tajam.

Seluruh foto-foto (dan sebagian tulisan) di atas diambil dari artikel pada ayofoto.com yang berjudul “Konsep Reciprocity Dalam Menentukan Exposure” yang dibuat oleh Taufik Zamzami, dengan seijin penulis yang bersangkutan pada 19 November 2008.

Mengenal ISO dan noise pada fotografi digital

Seringkali dalam dunia fotografi digital kita dibuat bingung oleh istilah ISO dan noise. Adakalanya dalam membeli kamera digital kita menjumpai sebuah kamera saku yang mengklaim mampu dipakai hingga ISO 3200 atau bahkan lebih. Atau pernahkah anda frustasi karena hasil foto yang diambil penuh dengan bintik-bintik noise yang mengganggu saat memakai ISO tinggi? Ada baiknya kita mengenal lebih jauh mengenai istilah-istilah ini agar nantinya motret makin PeDe.

Sebagai pembuka, bolehlah sekedar mengingat kembali bahwa dasar fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana banyak sedikitnya cahaya yang ditangkap oleh kamera dipengaruhi oleh berapa kecepatan shutter dan besarnya bukaan diafragma. Dalam era fotografi film dikenal dengan nilai ASA pada film yang menandakan sensitivitas film tersebut terhadap cahaya. Istilah ISO pada fotografi digital (mengacu pada standar ISO 12232) pun ekuivalen seperti ASA untuk film, dimana dalam hal ini ISO menyatakan nilai sensitivitas sensor pada kamera digital.

Sensor chipSensor, baik CCD maupun CMOS, adalah komponen utama dari sebuah kamera digital, yaitu berupa sekeping cip silikon yang tersusun atas jutaan piksel yang peka cahaya. Pada saat gambar yang datang dari lensa mengenai sensor maka tiap-tiap piksel tersebut akan menangkap energi cahaya yang datang dan merubahnya menjadi besaran sinyal tegangan. Seberapa sensitif sensor mampu menangkap cahaya inilah yang dinyatakan oleh besaran ISO. Setiap sensor memiliki nilai ISO dasar/ISO normal yaitu nilai sensitivitas terendah dari sensor yang umumnya ekuivalen dengan ISO50 hingga ISO200 (tergantung jenis dan merk kamera). Pada nilai ISO normal ini kepekaan sensor terhadap cahaya berada pada level terendah sehingga dibutuhkan cukup banyak cahaya untuk mendapatkan foto dengan exposure yang tepat. Oleh karena itu umumnya ISO normal hanya dipakai saat pemotretan outdoor di siang hari.

ISO selectorUntuk mengukur cahaya, istilahnya metering, kamera memiliki sistem pengukur cahaya (light meter) yang menginformasikan seberapa banyak cahaya yang akan masuk mengenai sensor. Apabila cahaya yang diterima sensor terlalu rendah (kadang kamera memberi warning low light pada layar LCD) maka pilihan yang ada untuk menjaga exposure adalah dengan memperbesar diafragma, melambatkan shutter, dan/atau menaikkan nilai ISO. Pada kamera saku yang serba otomatis, nilai shutter dan diafragma akan ditentukan secara otomatis oleh kamera berdasarkan hasil pengukuran cahaya. Apabila pada kondisi kurang cahaya kombinasi shutter dan diafragma tidak mampu menghasilkan exposure yang tepat, barulah nilai ISO perlu dinaikkan. Apabila mode ISO pada kamera diset ke AUTO, maka kamera akan menaikkan nilai ISO secara otomatis. Pada kamera yang memungkinkan untuk dapat menentukan nilai ISO secara manual, nilai ISO yang lebih tinggi dapat kita pilih dalam faktor kelipatan mulai dari 200, 400, 800, 1600 hingga 3200. Bahkan kini kamera digital terbaru mulai menawarkan kemampuan ISO 6400 untuk sensitivitas ekstra tinggi.

ISO rendah dan ISO tinggiPerlu dicatat bahwa dengan nilai ISO yang lebih tinggi juga memungkinkan pemotretan dengan kecepatan shutter yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan ISO tinggi memberikan sensitivitas tinggi sehingga kamera tidak memerlukan banyak cahaya untuk mendapat exposure yang tepat. Shutter cepat ini bermanfaat untuk membuat objek yang bergerak jadi nampak diam. Istilahnya, membekukan objek (lihat gambar perbandingan di samping). Penggunaan ISO rendah (misalnya ISO 100) akan membuat shutter kurang cepat (misal 1/20 detik) untuk mampu menangkap gerakan si anak. Dengan menaikkan ISO (misal ISO 800), didapat nilai shutter yang lebih cepat (misal 1/200 detik) sehingga si anak jadi nampak diam. Terkadang pada kamera yang tidak dilengkapi stabilizer, pemakaian ISO tinggi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah gambar menjadi blur. Dengan ISO tinggi diharapkan getaran tangan yang biasanya rawan membuat gambar blur bisa dihindari karena shutter yang lebih cepat.

ISO400 sampleSayangnya peningkatan ISO juga akan membawa efek negatif yang tidak diinginkan. Meningkatkan ISO berarti meningkatkan sensitivitas sensor, sehingga sinyal yang lemah pun dapat menjadi kuat. Masalahnya, pada proses kerja sensor juga menghasilkan noise yang mengiringi sinyal aslinya. Bila ISO dinaikkan, noise yang awalnya kecil pun akan ikut menjadi tinggi. Noise yang tinggi akan tampak mengganggu pada hasil foto dan muncul berupa titik-titik warna yang tidak enak untuk dilihat. Masalah noise ini akan lebih parah apabila jenis sensor yang digunakan adalah sensor berukuran kecil, seperti yang umum dipakai pada kamera saku. Kenapa? Karena sensor kecil memiliki ukuran titik/piksel yang kecil juga, dan secara teori piksel kecil lebih rentan terhadap noise dibandingkan piksel berukuran lebih besar. Oleh karena itulah kamera digital SLR lebih baik dalam menghasilkan foto pada ISO tinggi, karena kamera DSLR memakai sensor yang lebih besar (dan lebih mahal biaya produksinya).

Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi noise? Pertama tentunya sebisa mungkin hindari pemakaian ISO terlalu tinggi. Namun apabila terpaksa mamakai ISO tinggi, kamera digital masa kini telah memiliki sistem pengurang noise (Noise Reduction/NR) yang secara otomatis akan mencoba memperhalus hasil foto sebelum disimpan menjadi sebuah file. Tiap merk kamera punya ‘pendekatan’ tersendiri untuk mengatasi noise ini. Bisa jadi merk A akan sedikit menerapkan NR sehingga foto tampak masih agak noise namun memiliki detail lebih baik. Merk B bisa saja memakai NR terlalu berlebih sehingga foto yang dihasilkannya bersih dari noise namun detilnya ikut hilang. Sayangnya sampai saat ini belum ada metoda NR yang mampu menghilangkan noise namun sekaligus mempertahankan detail foto dengan sama baiknya. Apabila untuk kebutuhan fotografi ternyata banyak membuat foto dengan memakai ISO tinggi, sebaiknya memakai kamera profesional dengan sensor berukuran besar (2/3 inci, APS-C atau Full Frame 35mm) yang memiliki Signal to Noise ratio yang baik, sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.

Kesimpulan

  • Nilai ISO dalam fotografi digital menyatakan sensitivitas dari sensor yang dipakai pada kamera digital.
  • Untuk hasil foto terbaik gunakan nilai ISO terendah dari kamera digital.
  • Apabila melalui pengaturan shutter dan diafragma tetap tidak bisa didapat exposure yang tepat (biasanya pada kondisi cahaya rendah) maka bisa dicoba menaikkan nilai ISO.
  • Selain untuk pemotretan saat cahaya rendah, pemakaian ISO tinggi juga cocok untuk mencegah blur akibat getaran tangan (apabila kamera tidak dilengkapi fitur stabilizer) atau untuk fotografi kecepatan tinggi, karena ISO tinggi memungkinkan pemakaian shutter lebih cepat dibanding ISO rendah.
  • Menaikkan nilai ISO akan membuat efek samping adanya noise pada hasil foto.
  • Membiarkan mode ISO dalam posisi AUTO bisa jadi dapat membuat kamera otomatis menaikkan nilai ISO terlalu tinggi bila digunakan pada tempat yang kurang cahaya, alternatifnya aturlah nilai ISO secara manual dengan disesuaikan kondisi pemotretan.
  • Metoda Noise Reduction (NR) dapat digunakan untuk mengurangi noise yang muncul, namun idealnya proses NR tetap mampu sedapat mungkin mempertahankan detail foto supaya tetap tajam.
  • Sebaiknya kamera yang digunakan memiliki sensor berukuran lebih besar dibanding kamera pada umumnya sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.